(savananews.com)
Giri Menang - Sejak ditetapkannya Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di
Kabupaten Lombok Barat (Lobar), proses verifikasi rumah-rumah yang rusak
tersebut terus berlangsung.
Berdasarkan
data kerusakan akibat gempa 7,0 Skala Richter yang terjadi 5 Agustus lalu, Pos
Komando Utama Tanggap Darurat Lobar menghimpun data terakhir berupa 46 orang
meninggal dunia, 258 orang luka berat, dan 701 orang luka ringan.
Menurut
catatan pos ini, setidaknya 266.691
warga terdampak akibat gempa tersebut yang membuat 178.377 orang di antaranya
terpaksa mengungsi ke tenda-tenda yang tersebar di ribuan titik camp
pengungsian.
Akibat
gempa beruntun selama tiga minggu terakhir, paling bontot adalah gempa utama
6,9 SR pada tanggal 19 Agustus lalu, setidaknya 57.614 rumah rusak yang terdiri
atas 23.007 rumah rusak berat, 14.820 rumah rusak sedang, dan 19.787 rumah
rusak ringan.
Rentetan
gempa besar itu paling sedikit telah ikut merusak 461 tempat ibadah, 50
fasilitas kesehatan, 175 fasilitas pendidikan, 7 jembatan, dan 294 kios/ toko.
Kerugian diperkirakan mencapai hampir 900 milyar rupiah.
Untuk
membantu warganya, Pemkab Lobar wajib
melakukan verifikasi. Sampai dengan hari ini (24/08), sebanyak 8.255
rumah telah diverifikasi yang terdiri atas 3.850 rumah rusak ringan, 2.139 rusak sedang, dan 2.266 rusak berat.
Kepala
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) I Made Arthadana optimis
pihaknya mampu menyelesaikan target tersebut asal diberikan waktu tambahan
untuk memverifikasi sekaligus memvalidasi hasil verifikasi tersebut.
Jika
merujuk pada target tanggal 22 Agustus (kemarin, red) secara komulatif, maka 2000 target
rumah terverifikasi telah tercapai. Namun untuk target rusak berat lebih banyak
dari itu, Made membutuhkan tambahan waktu.
"Untuk
seluruh rumah rusak berat, kita masih butuh alokasi waktu sampai tanggal 10
September ditambah validasi hasil butuh waktu sampai tanggal 25
September," paparnya saat ditemui ketika mengadakan rapat koordinasi
dengan tim verifikator di Aula Kantor Dinasnya yang berada di Komplek
Pemerintahan Kab. Lobar di Gerung Lobar,
(23/08).
Pihaknya,
aku Made, baru menerima kurang dari seribu rumah yang terverifikasi setiap
hari. Mengingat tenaga verifikator yang
berjumlah 309 orang, Made menduga,
proses kerjanya yang kurang optimal.
"Berarti
rata-rata hanya tiga rumah per orang per hari. Kan jauh dari asumsi awal yang
mampu 30 rumah/ orang/ hari?," ujar Made.
Melihat
kondisi tersebut, Made tetap meminta Pemerintah bisa memberi tambahan waktu
buat pihaknya untuk melakukan verifikasi.
Verifikasi
itu, menurut Made, juga harus divalidasi lagi agar lebih akurat.
Senada
dengan dirinya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lobar, H.
Baehaqi juga mengharuskan proses validasi itu karena penting dilakukan.
"Proses
itu harus dilakukan betul-betul dengan cermat dan hati-hati. Jangan ada masalah
di kemudian hari," ujar Baehaqi.
Menanggapi
hal itu, Kepala Subdit Perencanaan
Darurat pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Wing Prasetyo di
tempat terpisah tetap mengharapkan Pemkab Lobar bisa menuntaskan verifikasi
sampai tanggal 25 Agustus 2018 esok.
"Kita
berharap tetap bisa diselesaikan di saat Tanggap Darurat ini. Jangan
permasalahan di masa itu diteruskan di masa transisi biarpun masih
memungkinkan," ujar Wing.
Gempa
yang terjadi tanggal 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7,0 Skala Richter telah
menimbulkan kerusakan massif di empat kecamatan di Lobar, yaitu Kecamatan
Batulayar, Gunung Sari, Lingsar, dan Narmada.
Secara
komulatif di 10 kecamatan se-Lobar, hasil verifikasi yang diselesaikan sampai
saat ini baru mencapai 14,34% dari total target rumah yang harus diverifikasi.
"Itu
masih jauh dari target keseluruhan," pungkas Made.
Untuk
itu, Made berharap kepada seluruh tenaga verifikator agar lebih maksimal di
dalam bekerja.
Diakui
oleh salah seorang verifikator, Suhaemi, dirinya bersama rekan-rekannya telah
berusaha maksimal.
Bersama
3 rekan setimnya, verifikator yang diperbantukan oleh Dinas Perumahan dan
Pemukiman Provinsi NTB itu baru mampu memverifikasi belasan rumah dalam sehari.
"Walau
kita ditarget, kita punya banyak hambatan dalam memverifikasi," tutur tenaga
yang sehari-harinya adalah fasilitator pada program rehab rumah tidak layak
huni itu.
Suhaemi
menyebut salah satu kesulitannya adalah bekerja sama dalam memvalidasi
kerusakan karena harus dibarengi dengan aparat pemerintah desa. (*)
0 Comments